Kamis, 25 Februari 2016

Angklung "Pituin" Garut

Angklung, by www.angklung-udjo.co.id

satuindonesia45.blogspot.co.id-
Kesenian dan pertunjukan, dua hal yang sangat penting dan kental akan nilai-nilai moral dan budaya suatu masyarakat termasuk Kabupaten Garut. Dalam kedudukannya di lingkungan Jawa bagian Barat  yang memegang teguh budaya kesundaan, rupanya 
Kabupaten Garut juga senantiasa terus mempertahankan serta memelihara berbagai budaya asli Jawa Barat salah satunya adalah Angklung dan tentunya dengan disertai modifikasi beberapa hal yang bersifat khas yang menunjukkan jati diri Garut pada khususnya.

Angklung adalah alat musik khas provinsi Jawa Barat yang terbuat dari bambu dan cara memainkannya adalah dengan digoyangkan. Saat ini, alat musik unik ini benar-benar telah menjadi trend dan banyak disukai oleh wisatawan asing karena suara merdu yang dihasilkannya. Garut sebagai kabupaten yang tetap memegang teguh kesenian khas daerah pasundan tentunya juga memiliki angklung, bahkan Garut memeliki beberapa jenis angklung yang menjadi ciri khasnya sendiri. Berikut adalah angklung-angklung khas Garut yang selalu dipamerkan dan diperkenalkan diberbagai acara, termasuk pada pawai kebudayaan saat perayaan Ulang tahun garut ke-203 beberapa hari ke belakang.



      1.      Angklung Badeng

Badeng, by www.datasunda.org

Sama seperti angklung lainnya, Angklung Badeng juga merupakan alat musik bambu yang digoyangkan sehingga menghasilkan suara yang merdu. Dahulu, sekitar abad ke-16 atau 17, kesenian Angklung Badeng ini digunakan sebagai media dakwah agama Islam melalui syair yang dinyanyikan bersama permainan alat musik ini. Namun, masyarakat setempat mengatakan bahwa sebelum masuknya Islam, Angklung Badeng dimainkan dalam acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi.

Acara kesenian Angklung Badeng sering diiringi dengan lag-lagu yang mengandung nilai-nilai islami dan nasihat-nasihat berbahasa Sunda bercampur Arab. Selain itu, acara ini juga dimeriahkan dengan atraksi kesaktian masyarakat berupa kekebalan tubuh.

Jika anda ingin melihat seni pertunjukan Angklung Badeng, anda bisa menyaksikannya di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut.


      2.      Bangklung
Bangklung, Disbudpar Garut


Kesenian angklung yang satu ini merupakan perpaduan dari seni Terebang (jenis alat musik tepuk yang menyerupai rebana) dengan seni Angklung Badud. Nama “Bangklung” dicetuskan oleh R. Rukasa Kartaatmadja, Ketua Seksi Kebudayaan Kebupaten Garut dengan mengambil suku kata terakhir dari kedua kesenian tersebut.

Awalnya, kesenian tersebut  berfungsi untuk menghibur masyarakat dengan lantunan Shalawat Nabi yang diiringi tabuhan Terebang. Kini, seni Bangklung juga memainkan lagu-lagu berbahasa Sunda seperti Soleang, Anjrag, Buncis, dan Tokecang. Dalam pertunjukannya, terdapat tarian yang menggambarkan perilaku masyarakat ketika mengolah sawahnya.

Penabuh Terebang dan Angklung Badud menggunakan busana Baju Kampret, Celana Sontog, dan Totopong. Para penari juga menggunakan busana yang sama, hanya berbeda warna. Hal ini untuk membedakan pemberian tugas yang diperankan.

Bangklung tumbuh pertama kali di Kampung Babakan Garut, Desa Cisero, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut.

Nah, itulah kesenian angklung yang khas dimiliki oleh Kabupaten Garut. Jika anda tertarik untuk menonton kesenian-kesenian tersebut, anda bisa langsung saja datang ke Kabupaten Garut dan tidak menutup kemungkinan, anda juga bisa belajar cara memainkannya. Menarik bukan?

Situ Bagendit, Warisan Bernilai Moral Tinggi

Situ Bagendit, http://bandung.panduanwisata.id/
satuindonesia45.blogspot.co.id- Situ Bagendit, suatu danau yang menjadi jiwa masyarakat Garut karena ketenarannya di Indonesia. Danau ini terletak di Desa Bagendit, Kecamatan Banyuresmi, sekitar 5 km dari Kota Garut. Dikelilingi persawahan dan perkampungan penduduk dengan latar belakang pegunungan berselimutkan awan tipis. Keberadaan Situ Bagendit tak lepas dari kisah legenda yang melingkupinya.

Sebelum muncul danau, wilayah tersebut merupakan sebuah perkampungan dengan kondisi alam yang sangat subur. Namun, masyarakatnya hidup dalam kemiskinan. Penyebabnya adalah seorang janda kikir bernama Bagende Endit atau Nyi Endit. Ia membeli hasil panen penduduk dengan harga murah. Saat persediaan menipis, Nyi Endit menjualnya dengan harga mahal.

Suatu hari, datanglah seorang kakek yang meminta sedikit makanan dan minuman. Bukannya memberi, Nyi Endit malah mengusir, Hari berikutnya, kakek itu datang kembali. Perlakuan Nyi Endit masih sama. Pada hari ketiga, Nyi Endit semakin marah dan langsung mengusir kakek itu. Sebelum pergi, kakek itu menancapkan tongkatnya di halaman rumah Nyi Endit. Saat tongkat dicabut Nyi Endit, menyemburlah air dari lubang bekas tancapan itu. Makin lama air itu semakin besar dan banyak. Akhirnya menenggelamkan Nyi Endit dan seluruh hartanya. Dari situlah nama Situ Bagendit muncul.

Situ Bagendit sendiri merupakan kawasan wisata sejak zaman penjajahan Belanda. Di sekitar danau berdiri hotel yang dibangun pada tahun 1920. Akibat Perang Dunia II, Situ Bagendit terbengkalai dan hote itu tinggal puing. Pada 1980-an, pemerintah membangun kembali Situ Bagendit. Permukaannya dibersihkan dari eceng gondok dan tanaman liar. Berbagai fasilitas penunjang pun dibangun.

Saat ini berbagai permainan sudah tersedia di Situ Bagendit. Misalnya sepeda air, jet ski dan kano, Meskipun banyak permainan modern yang tersedia, wisata rakit rupanya masih menjadi favorit sampai dengan saat ini. Wisata rakit masih menjadi idaman dan andalah Situ Bagendit dalam menarik pengunjung, baik itu dipakai untuk makan bersama sambil menikmati pemandangan tengah danau, sampai kegiatan memancing para warga sekitar dan warga di daerah Garut lainnya. Tak hanya itu saja, di pinggir Situ Bagendit juga tersedia kereta mini. Setiap tahun, Pemkab Garut menyelenggarakan Festival Bagendit yang berisi berbagai macam kesenian daerah seperti lais, debus, dan hadro.